Selasa, 30 Juli 2013

Teori Belajar Dalam Pembelajaran Matematika Di Sekolah Dasa



TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
KUMPULAN MATERI

Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Matematika 1





Oleh
Qurrotul A’yun           1203250




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013


A.    TOKOH ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

1.      Teori Thorndike
Edward l. Thorndike (1874-1949) mengemukan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut  hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh thorndike ini disebut juga koneksionisme,teori ini mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil:
a. Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Yaitu menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
b. Hukum Latihan (Law Of Exercise) dan Hukum Akibat (Law Of Effect).
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakian kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka makin lemahnya hubungan yang terjadi.
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberi senyuman wajar terhadap jawaban anak, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “ Bagus”, “Hebat” , ”Kau sangat teliti” dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
Disamping itu, Thorndike mengutamakan pula bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa tergantung dari kualitas dan kuantitas Stimulus-Respon (SR) dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Makin banyak dan makin baik kualitas S-R itu (yang diberikan guru) makin banyak dan makin baik pula hasil belajar siswa.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practicc) akan lebih cocok. Karna siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respons yang diberikan pun akan lebih banyak.
Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar.
2.      Teori Pavlov
Pavlof terkenal dengan teori belajar klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor anjing, anjing itu dikurung dalam suatu kandang dalam waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya, setiap akan diberi makan Pavlov membunyikan bel, ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan berl pada waktu tertentu anjing itu mangeluarkan air liurnya, walaupun tidak diberi makanan.

Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau conditioning. Dalalm hubugannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
3.      Teori Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematis, maka siswa akan menirunya.  Jika contoh yang dilihat kurang baik maka ia pun akan menirunya.
4.      Teori Belajar Skinner
 Burhus Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses belajar.
 Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif.
Pengutan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan penguatan negatif.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner menambahkan bahwa jika respon siswa baik(menunjang efektivitas pencapaian tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi,atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan




5.      Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dengan belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya. Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna.
Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang sudah diterimanya, tetapi pada belajar bermakna materi yang diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih dimengerti. Selanjutnya bahwa Ausubel mengemukan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini dikemukan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
Misalnya dalam mempelajari konsep Pitagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir c2= b2+a2 sudah disajikan, tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan lebih bermakna.
6.      Teori Belajar Gagne
Teori yang diperkenalkan Robert M.Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan untuk memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998), belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.
1. Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :
a. Fakta-fakta matematika
b. Ketrampilan-ketrampilan matematika
c. Konsep-konsep matematika
d. Prinsip-prinsip matematika
2. Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :
a. Kemampuan berfikir logis
b. Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap positif terhadap matematika
d. Ketekunan
e. Ketelitian
Taksonomi Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.Gagne mengemukakan bahwa ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
Lima Macam Hasil Belajar Gagne
Gagne mengemukakan 5 macam hasil belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu bersifat psikomotor.Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai berikut :
1. Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang fakta-fakta.
2. Ketrampilan Intelektual
Kapabilitas ketrampilan intelektual merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep aturan, dan memecahkan masalah.
Kapabilitas Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu :
a. Belajar Isyarat
b. Belajar stimulus Respon
c. Belajar Rangkaian Gerak
d. Belajar Rangkaian Verbal
e. Belajar membedakan
f. Belajar Pembentukan konsep
g. Belajar Pembentukan Aturan
h. Belajar Memecahkan Masalah

3. Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah Kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap
Kapabilitas Sikap adalah kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar penilaian terhadap stimulus tersebut.

5. Ketrampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi kecepatan, ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang diperlihatkan orang tersebut.
Fase-fase kegiatan Belajar menurut Gagne
Robert M.Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian diantaranya fase-fase kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :
a. Fase Aprehensi
b. Fase Akuisisi
c. Fase Penyimpanan
d. Fase Pemanggilan












B.     TOKOH ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF

1.      Jean Piaget
Satu percobaan konservasi didasarkan pada kemasan yang berisi manik-manik. Dua jumlah manik-manik yang sama jumlahnya dimasukan kedalam wadah yang identik, sehingga mencapai ketinggian yang sama di kedua wadah yang dimaksudkan untuk dilihat oleh anak-anak agar anggapannya pada ke dua wadah tersebut benar-benar setara. Manik-manik dari salah satu wadah kemudian dituangkan kedalam wadah dari bentuk yang sangat berbeda, pertama ke dalam wadah luas dan pendek, dan kedua ke dalam wadah yang tinggi dan sempit (lihat Gambar 1). Pada setiap tahap, anak ditanya apakah ada perbedaan antara isi wadah (jumlah manik-manik).
Piaget membagi tahap perkembangan pada manusia berdasarkan usia dalam empat tahap, seprti yang dijelaskan dalam Hergenhahn & Olson (2008: 318-320):
1)      Tahap sensori motor, berada pada usia dari lahir sampai dua tahun. Anak pada tahap ini bersikap egosentris. Segala sesuatu dilihat berdasarkan kerangka referensi dirinya sendiri, dan dunia psikologis mereka adalah satu-satunya dunia yang ada.
2)       Tahap berpikir pra operasional, berada pada usia sekitar dua sampai tujuh tahun. Pada tahap ini, anak mulai membentuk konsep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasikan benda-benda dalam kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak kesalahan lantaran konsep mereka itu. Anak-anak memecahkan problem secara intuitif, bukan berdasarkan kaidah logika. Dan yang paling menonjol pada tahap ini adalah kegagalannya untuk mengembangkan konservasi.
3)       Tahap operasional konkrit, berada pada usia antara tujuh sampai sebelas atau dua belas tahun. Anak kini mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan mengelompokkan secara memadai, melakukan pengukuran, dan mengenali konsep angka.
4)       Tahap Operasi formal, berada sekitar sebelas atau 12 tahun sampai empat belas atau Lima belas tahun. Anak-anak kini bisa menangani situasi hipotetis, dan proses berpikir mereka tak lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil.
Asimilasi dan akomodasi merupakan dua aspek aktivitas mental yang pada dasarnya merupakan suatu proses yang melibatkan interaksi antara pikiran dan kenyataan, kita menstruktur hal-hal yang ada dalam pikiran kita, namun tergantung kepada bagaimana hal-hal itu ada di dalam realita. Dengan demikian, belajar tidak hanya menambah informasi dan pengalaman baru yang ditempalkan ke informasi dan pengalaman sebelumnya, Tetapi setiap informasi dan pengalaman baru menyebabkan informasi dan pengalaman sebelumnya dimodifikasi untuk mengasimilasi-akomodasi informsi dan pengalaman baru.

2.      Teori Belajar Bruner
Bruner yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.

Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan.Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.
Menurut Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.
Bruner melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru adalah :
1. perlu memahami struktur pelajaran
2. pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep sebagai dasar untuk memahami dengan benar
3. pentingnya nilai berfikir induktif.
Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :
1)      Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi (mengotak atik)objek.
2)      Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3)      Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selain mengembangkan teori perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema /dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing disebut “teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :
a. Dalil Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam teorema konstruksi dikatakan cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
b. Dalil Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitif siswa.
c. Dalil Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi jelas.
d. Dalil Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam teorema konektivitas disebut bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam matematika berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan lain.
4)      Metode Penemuan
Satu hal yang membuat Bruner terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan (dicovery).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar sendiri secara mandiri.
Adapun tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1. Stimulus ( pemberian perangsang)
2. Problem Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data collection ( pengumpulan data)
4. Data Prosessing (pengolahan data)
5. Verifikasi
6. Generalisasi

3.      Teori Brownell
W . Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajr pada hakikatnya merupakan proses yang bermakna. Bila kita perhatikan , teori yang dikemukakan Brownell ini sesuai dengan teori Gestalt, yang muncul dipertengahan tahun 1930. Menurut teori pembelajran Gestalt, latihan hafal atau yang lebih dikenal dengan drill adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah tertanamnya pengertian.
Aritnetika atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitik beratkan hafalan dna mengasah otak. Aplikasi dari bahna yang diajarkan dan bagaimana kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali di kupas. Menurut Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin normal.
Terdapat perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang lebih mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad ke 19 terdapat hasil yang menunjukan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh persepsi dan lain-lain.
4.      Teorema Van Hiele
Dalam pengajran geometri terdapat teori belajr yang dikemukakan oleh Van Hiele (1954), yang mnguraikan tahap-tahap mental anak dalam pengajaran geometri. Van Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam geometri. Hasil penelitiannya itu dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari kegiatan tanya jawab dan pengamatan. Menurut Van hiele, tiga unsur utama dalam pengajaran geometri yaitu waktu,materi pengajaran, dan metode pengajaran yang diterapkan.
Tahap belajar anak dalam belajar geometri menurut Van hiele sebagai berikut:
1.      Tahap pengenalan (visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk geomerti secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat kubus tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan bujur sangkar, sisinya ada 6 buah dan rusuknya ada 12 dan lain-lain.
2.      Tahap analisis Pada tahap inianak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat benda geometri itu. Misalnaya disaat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. Dalam tahap ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda geometri satu dengan yang lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa bujur sangkar adalah persegi.
3.      Tahap pengurutan (deduksi informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan kesimpulan yang dikenal dengan berfikir deduktif. Namun, belum secara keseluruhan. Anakpun sudah mulai bisa mengurutkan, misalnya bahwa bujur sangkar adalah persegi. Demikian juga dengan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa kubus juga adalah balok dengan sisi berbentuk bujur sangkar. Tetapi pola pikirnya belum mampu menerangakan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk dari dua buah benda yang kongruen.
4.      Tahap deduksi Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke khusus. Dia telah mengerti betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan di samping yang didefinisikan. Misalnya anak sudah mulai mampu mengenal dalil, aksioma atau postulat dalam pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat itu benar dan mrngapa dapat dijadikan postulat dalam pembuktian segiga kongruen.
5.      Tahap akurasi Dalam tahap ini sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma atau postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang tinggi, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak, meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas , masih belum sampai pada tahap berfikir ini.


5.      Teori Belajar Dienes
Dienes (Bell, 1978: 124) percaya bahwa semua abstraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman konkret, maka dari itu sistem dalam pembelajaran matematika menekankan pada mathematics laboratories, memanipulasi objek, dan permainan matematika.
Menurut Dienes (Bell, 1978: 125-126), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap, sebagai berikut.
1)      Free Play (permainan bebas). Permainan bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan tidak diarahkan. Walaupun guru memberikan arahan yang bervariasi dari materi untuk siswa memanipulasi. Disini siswa mendapatkan pengalaman yang pertama dari suatu konsep baru melalui interaksi dengan lingkungan yang mana berisi representation  konkret dari konsep. Pada tahap ini struktur dan bakat mental siswa dibentuk yang mana disiapkan untuk memahami konsep struktur matematika .
2)      Games (permainan yang disertai aturan). Pada tahap ini siswa akan memulai mengobservasi pola dan keteraturan  yang diwujudkan dalam konsep. Melalui permainan anak mulai mengenal dan memikirkan bagaimana struktur matematika itu. Pada tahap ini anak juga sudah mulai mengabstraksikan konsep. Untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk menolak yang tidak relevan dengan pengalaman itu.
3)       Searching for communities (permainan kesamaan sifat). Pada tahap ini siswa belum mampu mengklasifikasikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep. Dienes menyarankan bahwa guru dapat membantu siswa melihat struktur communality dalam contoh dari konsep yang ditunjukan kepada siswa bagaimana tiap contoh dapat ditransfer kedalam tiap contoh yang lain tanpa merubah sifat abstrak yang umum dari semua contoh.
4)       (representasi). Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang diperoleh bersifat abstrak. Dengan melakukan representasi anak didik telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada topik-topik yang sedang dipelajari.
5)       Symbolization (simbolisasi). Simbolisasi adalah belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan verbal.
6)       Formalization (formalisasi). Setelah siswa mempelajari sebuah konsep dan hubungannya dengan struktur matematika, siswa harus memahami sifat dari konsep dan mengingat akibat dari sifat tersebut. Sifat dasar struktur matematika adalah sistem aksioma yang diambil dari sifat theorema dan prosedur. Pada tahap ini siswa dituntut menggunakan konsep untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan masalah dalam matematika.

6.      Teori Gestalt
Tokoh aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1.      Pengajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
2.      Pelaksanaan pembelajaran harus memprhatikan kesiapan intelektual siswa
3.      Mengatur suasana kelas agar siswa siap belajar
Dalam menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsp yang harus dierima begitu saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap konsep tersebut dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan tersebut haruslah disesuaikan pula dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP masih berada pada tahap operasi konkret, artinya jika ia akan memahami konsep abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkret.. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh konkret yang beraneka ragam kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan pembelajaran menjadi bermakna.
Faktor eksternalpun bisa mempengaruhi pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelum, selama, dan sesudah mengajar guru harus pandai- pandai (berusaha) untuk menciptakan kondisi agar siswa siap untuk belajar dengan perasaan senang tidak merasa terpaksa.






















DAFTAR PUSTAKA

Sutarto. (2012) Psikologi Pembelajaran Matematika. [Online]. Tersedia: http://sutartomathlovers.blogspot.com/2012/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html
farhan, Aby. (2013) Teori Belajar Matematika Menurut Bruner, Gagne, Thorndike, Skinner, Piaget [Online]. Tersedia: http://www.abyfarhan.com/2011/12/teori-belajar-matematika-menurut-bruner.html
Choto, Aan. (2010) Aliran Psikologi Tingkah Laku. [Online]. Tersedia: http://aanchoto.com/2010/10/aliran-psikologi-tingkah-laku/

1 komentar: