Senin, 29 Juli 2013

laporan buku



FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
LAPORAN BUKU

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa Indonesia
Dra. Hj. Etty Rohayati , M.Pd.

Description: logo-upi2.jpg


Oleh
Qurrotul A’yun


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
PGSD KAMPUS CIBIRU
BANDUNG
2012


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Dalam konteks pendidikan Islam, metode dan alat pendidikan tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem pendidikan lainnya. Maka pengembangan metode dan alat yang diinginkan dalam sistem pendidikan Islam harus sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu sendiri.
Dewasa ini sangat banyak aliran-aliran pendidikan yang di kembangkan bukan atas dasar ilmu Islam. Hal ini sangat tidak sesuai dengan pandangan Islam yang dalam metodenya harus bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Banyak metode yang menyimpang dan telah mengakar dalam kurikulum pendidikan masa kini. Yang timbul lebih sering adalah metode yang mengesampigkan ilmu agama. Dan akhirnya kurikulum pendidikan agama semakin dipersedikit dengan setidaknya 2x50 menit. Beberapa masalah pendidikan memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkan pertanyaan tentang apa sebenarnya hakikat pendidikan, manusia, masyarakat, kurikulum, metode pendidikan, dan asas penyelenggaraan pendidikan.
Buku Filsafat pendidikan islam karya Ramayulis dan Syamsul Nizar merupakan buku yang cukup baru. Buku ini diterbitkan pada tahun 2006 dan dicetak ulang pada tahun 2010 oleh penerbit Kalam Mulia, Jakarta. Buku yang memiliki ketebalan halaman 407 + xii hl mini termasuk buku yang banyak diminati kerena banyak yang mengangkat isi dari buku ini untuk dijadikan referensi untuk membuat makalah ataupun artikel. Buku Filsafat Pendidikan Islam karya Ramayulis dan Syamsul Nizar ini terdiri dari 24 bab yang di setiap babanya di kelompokkan dalam lima bagian. Bagian pertama tentang hakikat filsafat pendidikan dalam konteks islami, bagian kedua berisi tentang pandangan filsafat pendidikan islam terhadap manusia , masyarakat dan ilmu pengetahuan bagian ketiga berisi tentang konsep filosofis tentang arti pendidikan dan tujuan pendidikan, sedangkan bagian keempat berisi tentang konsep filosofis tentang komponen pendidikan islam dan pada bagian kelima berisi tentang pemikiran para tokoh pendidikan mengenai pendidikan.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, laporan buku ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1.      Apa saja isi buku Filsafat Pendididkn Islam karya Ramayulis dan Samsul Nizar ?
2.      Apa saja keunggulan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya ?
3.      Apa saja kelemahan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya ?

C.    Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam menulis laporan buku ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1.       Isi buku  Filsafat Pendididkn Islam karya Ramayulis dan Samsul Nizar;
2.      Keunggulan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya;
3.      Kelemahan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya.

D.    Kegunaan
Laporan buku ini diharapkan mampu memilki kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis diharapkan laporan buku ini dapat menambah khazanah teoritis tentang dasar filfafat dalam konteks islam dan yang nantinya dapat menambah sudut pandang mahasiswa dalam berfilosof. Secara praktis diharapkan laporan buku ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan  serta keilmuan bagi penulis maupun pembaca.

BAB II
RINGKASAN ISI BUKU DAN PEMBAHASAN

A.    Ringkasan Isi Buku
Buku berjudul Filsafat Pendidikan Islam karya Ramayulis dan Syamsul Nizar terdiri dari 24 bab yang di setiap babanya di kelompokkan dalam lima bagian. Bagian pertama tentang hakikat filsafat pendidikan dalam konteks islami, bagian kedua berisi tentang pandangan filsafat pendidikan islam terhadap manusia , masyarakat dan ilmu pengetahuan bagian ketiga berisi tentang konsep filosofis tentang arti pendidikan dan tujuan pendidikan, sedangkan bagian keempat berisi tentang konsep filosofis tentang komponen pendidikan islam dan pada bagian kelima berisi tentang pemikiran para tokoh pendidikan mengenai pendidikan. Keseluruhan bab dalam buku ini merupakan serangkaian hasilpemikiran filosof yang  kemudian dikembangkan dalam penalaran dan metode Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hasil pemikiran itu pun dituangkan dalambuku ini. Secara lebih terperinci isi tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut.
Bagian Pertama : Hakikat Filsafat Pandidikan Islam
Dalam pemaparannya Ramayulis dan Syamsul Nizar menyatakan bahwa Filsafat pendidikan islam, secara etimologi mengandung tiga pengertian yaitu : (1) filsafat, (2) filsafat pendidikan, dan (3) falsafah psndidikan Islam. Dalambentuk kesatuan, filsafat pendidikan Islam mempunyai pengertian tersendiri dalam bentuk umum.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu : (1) philein, yang berarti cinta ,dan (2) sophos berarti hikmah. Muhtar Yahya mengatakan bahwa berfikir filsafat ialah “pemikiran yang sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam”. Pemikiran filsafat yang diarahkan oleh filosof meliputi berbagai bidang kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi, hukum dan juga pendidikan. Sedangkan filsafat islam memiliki pengertian yang mengkhususkan kajian pemikiran- pemikiran yang menyeluruh dan mendasar tentang pendidikan berdasarkan tuntutan ajaran Islam. Motivasi dalam islam ada dua, yaitu : (1) Motivasi Al-Qur’an : dalam  Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang menyeru dan menganjurkan supaya menggunkan akal fikiran dan filsafat, (2) Motivasi Hadits : Hadits banyak memberikan motivasi para ulama untuk berfikir secara mendalam tentang berbagai hal termasuk yang berkaitan dengan pendidikan. Dasar-dasar dari filsafat pendidikan Islam bersumber dari : qiyas syari’I dan ijma’ ulama  yang ada sepanjang masa. Adapun dasar kokoh tersebut, terutama Al-Qur’an dan As-Sunnah, lebih mementapkan dasar dan tujuan filsafat pendidikan islam. Pendekatan dalam Filsafat Pendidikan Islam ada empat, yaitu : (1) Pendekatan Wahyu, (2) Pendekatan Spekulatif, (3) Pendekatan Ilmiah, dan (4) Pendekatan Konsep.
Aliran-aliran dalam filsafat pendidikan:
1.      Filsafat Pendidikan Idealisme
2.      Filsafat Pendidikan Realisme
3.      Filsafat Pendidikan Perenialisme
4.      Filsafat Pendidikan Eksistensialisme
5.      Filsafat Pendidikan Pragmatisme
6.      Filsafat Pendidikan Sosialisme
7.      Filsafat Pendidikan Progresifme
Bagian Kedua :
Pandangan Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia , Masyarakat Dan Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan adalah subyek pendidikan yang berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. Mereka berkewajiban secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka,yang notabene adalah generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesin keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikehendaki ,masyarakan bengsa itu.
Masyarakat menurut islam mempunyai sikap dan cirri tertentu yang dapat membedakannya dengan masyarakat lain. Dalam islam anggota masyarakat mempunyai persamaan dalam hak dan kewajiban, islam tidak mengenal kasta dan pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang. Karakteristik masyarakat islam mempunyai tiga cirri : kembali kepada Allah SWT, mengutamakan ketaqwaan, dan saling menghormati sesame anggota masyarakat.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas tentang sesuatu. Pengetahuan yang tidak jelas dari segi ontology, epistimologi, maupun aksiologi di dalam Islam tidak dianggap sebagai ilmu walaupun orang menyebutnya ilmu juga. Persoalan hakikat ilmu pengetahuan atau apa sebenarnya pengetahuan (ontology) telah menjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum idealis. Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris, dengan pengertian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal atau indera yang bersifat empiris dan terdapat di alam materi yang ada di dunia ini.
Pengetahuan yang diperoleh melalui usaha manusia ada 4 jenisnya, yaitu:
1. Pengetahuan empiris yang diperoleh melalui indera
2. Pengetahuan sains yang diperoleh melalui indera dan akal
3. Pengetahuan filsafat yang diperoleh melalui akal
4. Pengetahuan intuisi yang diperoleh melalui qalb


Sedangkan pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT berupa:
1. Wahyu yang disampaikan kepada para Rasul
2. Ilham yang diterima oleh akal manusia
3. Hidayah yang diterima oleh qalb manusia


Bagian Ketiga :
Konsep Filosofis Tentang Arti Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan berasal dari kata “didik”. Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbngan yang diberikan kepada anak.
Ramayulis mengemukakan bahwa ada tiga istilah yang umum digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb), al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).
1. Istilah al-Tarbiyah
Kata Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba”, yurabbi menjadi “tarbiyah” yang mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama dengan alam. (Zuhairini, 1995:121).
2. Istilah al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim) secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).
3. Istilah al-Ta’dib
Al-Ta’dib berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.

Pendidikan Islam sebagai suatu system yang pada umumnya berkaitan dengan proses dan struktur secara teratur, dan merupakan kesatuan organisasi.  Noeng Muhadjir mensistematisasi komponen tersebut dalam tiga kategori, yaitu :
1.      Bertolak dari lima unsure dasar pendidikan, meliputi yang memberi, yang menerima, tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
2.      Bertolak dari empat komponen pokok pendidikan, meliputi kurikulum, subjek didik, personifikasi pendidik, dan konteks belajar-mengajar.
3.      Bertolak dari tiga fungsi pendidikan, meliputi pendidikan kreatifitas, pendidikan moralitas dan pendidikan prduktifitas.
Tugas pendidikan Islam umumnya adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta didik dari tahap ke tahap kehidupannya yang sampai mencapai titik keampuan optimal. Bila dilihat secara operasiaonal, fungsi pendidikan dapat dilihat dari dua bentuk, yaitu : (1) alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide masyarakat, (2) alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Upaya ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang memiliki, serta melatih tangga-tangga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan pertimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Pandangan islam yang dapat dijadikan sebagai dasar prinsip pendidikan islam, yaitu sebagai : (1) pendidikan islam terhadap terhadap jagat raya, (2) pandangan islam terhadap manusia sebagai individu, (3) pandangan islam terhadap masyarakat, (4) pandangan islam terhadap pengetahuan manusia, dan (5) pandangan islam terhadap akhlak.
Bagian Keempat :
Konsep Filosofis Tentang Komponen Pendidikan Islam
Pendidik
            Ramayulis dan Syamsul Nizar mengemukakan secara umum istilah pendidik dikenal dengan guru. Dalam pengertian yang lebih luas pendidik dalam perspektif pendidikan islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upay apertumbuhan jasmani dan perkembangan rohani peserta didik agar ia mampu menunaikan tugas-tugas kemnusiaannya sesuai dengan nilai-nilai agam islam. Dalam konteks pendidikan islam, pendidik disebut murabbi, muallim, muaddib, mudarris, muzakki, dan ustadz. Tenaga pendidik dalam Pendidikan Islam, Yaitu: 1. Allah SWT., 2. Rasulullah SAW., 3. Orang tua, dan 4. Guru. Dalam ajaran islam pendidik disamakan dengan ulama yang sangatlah dihargai kedudukannya. Menurut Al-Ghazali pendidik merupakan maslikul kabir. Bahkan dapat dikatakan pada satu sisi,pendidikan mempunyai jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya. Lantaran kedua orang tuanya menyelamatkan anaknya dari sengatan api neraka.
Al-Ghazali mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang diungkapkanoleh Syauki yang berbunyi: “bediri dan hormatilah guru dan beriah ia penghargaan, seorang guru itu hamper saja seorang Rasul”. Diantara hak yang harus diterima oleh guru pendidik adalah mendapatkan penghormatan dan menerima gaji.
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Paradigma tersebut menjelaskan bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog dan antropolog. 
Kurikulum yang sesuai dengan pendidikan Islam adalah kurikulum yang mempunyai tujuan untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh dan berpadu dengan kepribadian para peserta didik. Di samping itu kurikulum pendidikan Islam juga mempunyai tujuan untuk memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam, memperkuat kepribadian Islam yang berdiri sendiri.
            Kurikulum pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum pendidikan Islam adalah semua aktiviti, pengetahuan dan pengalaman yang dengan sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam rangka tujuan pendidikan Islam (H.syamsul Bahri Tanrere, 1993).
Secara umum asas-asas metode pemdidikan Islam itu menurut Al-Syaebany adalah:
  1. Asas Agama, yaitu prinsip, asas dan fakta umu yang diambil dari sumber asasi ajaran Islam, yakni Al-Quran dan sunnah.
  2. Asas biologis, yaitu dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia peserta didik.
  3. Asas Psikologis, yaitu Prinsip yang lahir diatas pertimbangan kekuatan psikologis seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesedihan, bakat dan kecakapan.
  4. Asas Sosial, yaitu asas yang bersumbr dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan, harapan dan tuntutan yang senantiasa maju dan berkembang.
Evaluasi merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh dalam kegiatan pembelajaran. Dengan penilaian, maka akan diketahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian. Subjek/pelaku evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut subjek evaluasi untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat melakukannya.
Adapun objek beserta subjek evaluasi menurut Ramayulis dan Syamsul Nizar adalah:
1. Evaluasi kinerja peserta didik
Objek evaluasi biasa disebut juga dengan sasaran evaluasi. Yaitu segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut.
Bagi siswa atau peserta didik, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian keberhasilannya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru dan yang bertugas aktif dalam proses evaluasinya adalah guru.
2. Evaluasi kinerja tenaga pendidik
Evaluasi kinerja tenaga pendidik adalah evaluasi yang objeknya tenaga pendidik, ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran.
Evaluasi terhadap metode mengajar merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali tentang metode mengajar, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam menyampaikan materi kurikulum kepada siswa. Metode mengajar adalah cara-cara atau teknik yang digunakan dalam mengajar. Sedangkan strategi pembelajaran menunjuk kepada bagaimana guru mengatur waktu pemenggalan penyajian, pemilihan metoda, pemilihan pendekatan dan sebagainya.
3. Evaluasi kinerja lembaga pendidikan
Dalam konteks lembaga, evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam melaksanakan programnya (Mardapi,2004). Hal yang hampir sama dikemukakan oleh Stuffelbeam dan Shinkfield (2007), yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan proses memperoleh, menyajikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk menilai suatu alternatif pengambilan keputusan tentang suatu program.
4. Evaluasi program pendidikan
Program pendidikan merupakan suatu rencana pengajaran sebagai panduan bagi guru atau pengajar dalam melaksanakan pengajaran. Agar pengajaran bisa berjalan dengan efektif dan efisien, maka perlu kiranya dibuat suatu program pendidikan. Program pendidikan yang dibuat oleh guru tidak selamanya bisa efektif dan dapat dilaksanakan dengan baik, oleh karena itulah agar program pendidikan yang telah dibuat yang memiliki kelemahan tidak terjadi lagi pada program pendidikan berikutnya, maka perlu diadakan evaluasi program pendidikan.
Media pendidikan/alat pendidikan yang bersifat nonmateri materi memiliki sifat abstrak dan hanya dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik terhadap anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar yang termasuk kedalamnya adalah keteladanan, perintah/larangan, ganjaran, dan hukuman. 9)
Yusuf Hadi Miarso dkk menyatakan bahwa alat/media berupa benda yang dalam pendidikan mempunyai nilai-nilai praktis edukatif yang melipti: 1. Membuat konsep abstrak menjadi konkret, 2. Membawa objek yang sukar didapat kedalam lingkungan belajar siswa, 3. Menampilkan objek-objek yang terlalu besar , 4. Menampilkan objek yang tidak mudah diamati dengan mata telanjang, 5. Mengamati gerakan yang terlalu cepat, 6. Memugkinkan mengamati keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman belajar siswa, 7. Membangkitkan motivasi belajar, dan 8. Menyajikan informasi belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan. Sedangkan alat berupa non-benda, karena sifatnya abstrak,maka ia berperan dalam pemahaman nilai dan penilaian akhlak.
Kepribadian muslim mempunyai hubungan yang erat dalam suatu lingkaran hubungan yang meliputi hubungannya dengan 1. Allah SWT, 2. alam dan 3. Manusia. Dengan kepribadian muslim manusia harus mengembangkan dirinya dengan bimbingan petunjuk Ilahi. Proses pembentukan kepribadian muslim secara perorangan dapat dilakukan melalui tiga  macam pendidikan, yaitu : pranata education, education by another, dan self education. Sedangkan proses pembentukan kepribadian muslim secara ummah (bangsa/Negara)dilakukan dengan memantapkan kepribadian individu muslim, dapat pula dilakukan dengan menyiapkan kondisi dan tradisi sehingga memungkinkan terbentuknya kepribadian.

Bagian kelima :
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam
Mengenai proses pembelajaran, al-Ghazali mengajukan konsep pengintegasian antara materi, metode dan media atau alat pengajarannya. Materi pengajaran yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.

B.     Pembahasan

Socrates menyatakan bahwa berfilsafat merupakan cara berfikir yang radikal, menyeluruh dan mendasar. Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis yang special, akan tetapi suatucara hidup yang konkret, suatu pandangan hidup yang total menenai manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang.
Hanafi, M.A. mengatakan bahwa pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya. Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang menggunakan perkataan tersebut.
      Harold menyebutkan bahwa filsafat tidak lain adalah sekumpulan sikap hidup yang terbentuk dari berfikir kritis tentang realitas kehidupan dan alam. dan bukankah hidup itu sendiri adalah bagaimana subjeknya data menyikapi berbagai realitas yang ada sehingga meunculkan pola hidup dan kehidupan positif yang menyempurnakan bagi identitas subjeknya.
Berdasarkan pendapat Ramayulis dan Syamsul Nizar, ada beberapa perbedaan yang mendasar antara Filsafat pendidikan umum dengan Filsafat pendidikan islam, yaitu : filsafat pendidikan umum tergantung pada teori dan system pemikiran semata. Sedangkan Filsafat pendidikan islam didasarkan atas pemikiran yang bersumber yang berasal dari wahyu Ilahi. Para filosof pendidikan umum dalam berfikir lebih cenderung menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. masing-masing teori berusaha mempertahankan pendapatnya sebagai kebenaran. Oleh karna itu filsafat pendidikan islam diantaranya  Al-Syaibany lebih memilih kata hikmah dalam pemikiran filsafatnya, bukan kebenaran. prinsip berfikir radikal dalam berfilsafat pendidikan umum member makna pada pemikiran tanpa ada batasnya. Sementara dalam filsafat pendidikan islam, berfikir secara radikal memberikan makna kebebasan manusia untuk berfikir yang dibatasi oleh kebenaran.
Pendidikan Islam ideal, menurut Wan M. Nor Wan Daud, harus meliputi dua kategori ilmu tradisional, dan hubungan hirarki keduanya.[4] Yakni ilmu wahyu yang dapat dicapai melalui ilmu-ilmu agama (QS At Taubah 9:122). Dan ilmu umum yang dapat digali melalui ilmu rasional, intelektual dan filosofis. (QS Ali Imron 3:190).
Syed Muhammad Naguib al-Attas menyebut pendidikan Islam sebagai ta’dib (dari kata, adab). Dia mendefinisikan istilah ini sebagai kedisiplinan fisik, pikiran dan jiwa yang memungkinkan manusia untuk mengenal dan mengakui posisi yang pantas dalam hubungannya dengan dirinya, keluarganya dan komunitasnya. Kepantasan posisi atau derajat seseorang adalah berdasarkan pada kriteria intelektual, ilmu dan kesalihan (ihsan). Dengan pengertian ini, adab adalah refleksi kearifan (hikmah) dan kedilan (‘adl).[6]

Sejalan dengan pendapat Ramayulis dan Syamsul Nizar tentang peserta didik bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan oleh pendidik : (1) potensi peserta didik, bagi pendidik potensi yang dimili oleh peserta didik ini haruslah dikembangkan dan mendapat perhatian yang kuat, karena keberhasilan suatu pembelajaran peserta didik di tentukan dari potensi dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. (2) kebutuhan peserta didik, kebutuhan peserta didik disini adalah segala ssuatu yang haru ada untuk menunjang pembelajaran, kebutuhan di sini bukan hanya ersifat material seperti buku, tas, pulpen, meja dll tapi juga bersifat non material seperti motivasi, dukungan dan kasih sayangdan, dan (3) sifat-sifat peserta didik, pendidik haruslah memperhatikan setiap respond an keadaan peserta didik.
Dalam penyampaian pendapat yang di tuangkan dalam buku Filsafat Pendidikan Islam karya Ramayulis dan Syamsul Nizar, sebenarnya bukanlah konsep yang keliru dalam berfilsafat mengenai konteks pendidikan islam. Sumber-sumber yang di angkat berdasarkan pada Al-Quran dan As-Sunnah dan dari berbagai referensi yang dijadikan landasan dalam pembukuan.
Penggunaan bahasa dalam buku ini sangat terperinci dan logis, tidak terlalu menggunakan bahasa yang bertele-tele dan berlebihan dalam bahasannya, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh banyak orang. Terlebih bagi seorang yang ingin berfilosof tentang pendidikan islam.
Kelemahan buku ini adalah pada pemadatan kata dan sumber yang terlalu banyak sehingga sangat sulit untuk mengelompokkan mana pendapat penulis dan mana yang berasal dari resensi lain.
Walaupun banyak terdapat kelemahan, buku berjudul “Filsafat Pendidikan Islam” karya Ramayulis dan Syamsul Nizar dapat dijadikan dasar untuk berfilosof dengan landasan islam. Hal ini tentu saja berlaku untuk semua kalangan di masyarakat terutama bagi mahasiswa dan guru. Guna memperdalam dan membina kemampuan berfilosof delam islam,  para mahasiswa dan guru disarankan untuk  memperdalam isi buku ini dengan banyak membaca buku lain yang relevan sebab terlalu luasnya cakupan isi buku berjudul  “Filsafat Pendidikan Islam” karya Ramayulis dan Syamsul Nizar.









BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian isi buku dan pembahasan pada bab sebeumnya, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1.      bahwa filsafat tidak lain adalah sekumpulan sikap hidup yang terbentuk dari berfikir kritis tentang realitas kehidupan dan alam.
2.      perbedaan yang mendasar antara Filsafat pendidikan umum dengan Filsafat pendidikan islam, yaitu : filsafat pendidikan umum tergantung pada teori dan system pemikiran semata. Sedangkan Filsafat pendidikan islam didasarkan atas pemikiran yang bersumber yang berasal dari wahyu Ilahi.
3.      buku karya Ramayulis dan Syamsul Nizar ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya adalah penggunaan bahasa dalam buku ini sangat terperinci dan logis, tidak terlalu menggunakan bahasa yang bertele-tele dan berlebihan dalam bahasannya, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh banyak orang. Terlebih bagi seorang yang ingin berfilosof tentang pendidikan islam.
4.      Sedangkan Kelemahan buku ini adalah pada pemadatan kata dan sumber yang terlalu banyak sehingga sangat sulit untuk mengelompokkan mana pendapat penulis dan mana yang berasal dari resensi lain.






B.     Saran
1.      Buku ini terdapat berbagai aspek pemikiran islam yang perlu dipahami, oleh sebab itu buku ini dapat dijadikan sebagai pedoman yang harus dibaca khususnya oleh para mahasiswa dan guru.
2.      Para mahsiswa dan guru yang ingin memperdalam tentang filsafat pendidikan islam , dianjurkan untuk membaca buku lain yang sejenis dgna menambah wawasan.
























DAFTAR PUSTAKA


Syuhud, Fatih. (2012) Filsafat Pendidikan Islam. [Online]. Tersedia : http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/filsafat-pendidikan-islam/
Muhmidayeli, (2012). Filsafat pendidikan. Bandung: refika aditama
Abidin, Yunus. Dkk. (2010) Kemampuan  Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Bandung : CV. Maulana Media Grafika.
Soegiono dan Muis, Tamsil. (2012). Filsafat Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar