FILSAFAT PENDIDIKAN ISLAM
LAPORAN BUKU
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia
Dra. Hj. Etty Rohayati , M.Pd.

Oleh
Qurrotul A’yun
UNIVERSITAS PENDIDIKAN
INDONESIA
PGSD KAMPUS CIBIRU
BANDUNG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Dalam konteks pendidikan Islam, metode dan alat
pendidikan tentu memiliki karakteristik yang berbeda dengan sistem pendidikan
lainnya. Maka pengembangan metode dan alat yang diinginkan dalam sistem
pendidikan Islam harus sesuai dengan karakteristik pendidikan Islam itu
sendiri.
Dewasa ini sangat banyak aliran-aliran pendidikan
yang di kembangkan bukan atas dasar ilmu Islam. Hal ini sangat tidak sesuai
dengan pandangan Islam yang dalam metodenya harus bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah. Banyak metode yang menyimpang dan telah mengakar dalam kurikulum
pendidikan masa kini. Yang timbul lebih sering adalah metode yang
mengesampigkan ilmu agama. Dan akhirnya kurikulum pendidikan agama semakin
dipersedikit dengan setidaknya 2x50 menit. Beberapa masalah pendidikan
memerlukan analisa filsafat dalam memahami dan memecahkan pertanyaan tentang
apa sebenarnya hakikat pendidikan, manusia, masyarakat, kurikulum, metode
pendidikan, dan asas penyelenggaraan pendidikan.
Buku Filsafat pendidikan islam karya Ramayulis dan
Syamsul Nizar merupakan buku yang cukup baru. Buku ini diterbitkan pada tahun
2006 dan dicetak ulang pada tahun 2010 oleh penerbit Kalam Mulia, Jakarta. Buku yang memiliki ketebalan
halaman 407 + xii hl mini termasuk buku yang banyak diminati kerena banyak yang
mengangkat isi dari buku ini untuk dijadikan referensi untuk membuat makalah
ataupun artikel. Buku Filsafat Pendidikan Islam karya Ramayulis dan Syamsul
Nizar ini terdiri dari 24 bab yang di setiap babanya di kelompokkan dalam lima
bagian. Bagian pertama tentang hakikat filsafat pendidikan dalam konteks
islami, bagian kedua berisi tentang pandangan
filsafat pendidikan islam terhadap manusia , masyarakat dan ilmu pengetahuan
bagian ketiga berisi tentang konsep filosofis tentang arti pendidikan dan
tujuan pendidikan, sedangkan bagian keempat berisi tentang konsep filosofis
tentang komponen pendidikan islam dan pada bagian kelima berisi tentang pemikiran para tokoh pendidikan mengenai
pendidikan.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, laporan buku ini
mempunyai rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa
saja isi buku Filsafat Pendididkn Islam karya Ramayulis dan Samsul Nizar ?
2. Apa
saja keunggulan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya ?
3. Apa
saja kelemahan buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya ?
C.
Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dalam menulis
laporan buku ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan :
1. Isi buku
Filsafat Pendididkn Islam karya Ramayulis dan Samsul Nizar;
2. Keunggulan
buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya;
3. Kelemahan
buku tersebut dibanding dengan buku yang lainnya.
D.
Kegunaan
Laporan buku ini diharapkan mampu
memilki kegunaan baik secara teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis
diharapkan laporan buku ini dapat menambah khazanah teoritis tentang dasar
filfafat dalam konteks islam dan yang nantinya dapat menambah sudut pandang
mahasiswa dalam berfilosof. Secara praktis diharapkan laporan buku ini dapat
menambah wawasan dan pengetahuan serta
keilmuan bagi penulis maupun pembaca.
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU DAN
PEMBAHASAN
A.
Ringkasan
Isi Buku
Buku berjudul Filsafat Pendidikan Islam karya
Ramayulis dan Syamsul Nizar terdiri
dari 24 bab yang di setiap babanya di kelompokkan dalam lima bagian. Bagian
pertama tentang hakikat filsafat pendidikan dalam konteks islami, bagian kedua
berisi tentang pandangan filsafat pendidikan islam
terhadap manusia , masyarakat dan ilmu pengetahuan bagian ketiga berisi tentang
konsep filosofis tentang arti pendidikan dan tujuan pendidikan, sedangkan
bagian keempat berisi tentang konsep filosofis tentang komponen pendidikan
islam dan pada bagian kelima berisi tentang pemikiran para tokoh pendidikan mengenai pendidikan.
Keseluruhan bab dalam buku ini merupakan serangkaian hasilpemikiran filosof
yang kemudian dikembangkan dalam
penalaran dan metode Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hasil
pemikiran itu pun dituangkan dalambuku ini. Secara lebih terperinci isi
tersebut dapat penulis uraikan sebagai berikut.
Bagian
Pertama : Hakikat Filsafat Pandidikan Islam
Dalam pemaparannya Ramayulis dan Syamsul Nizar
menyatakan bahwa Filsafat pendidikan islam, secara etimologi mengandung tiga
pengertian yaitu : (1) filsafat, (2) filsafat pendidikan, dan (3) falsafah
psndidikan Islam. Dalambentuk kesatuan, filsafat pendidikan Islam mempunyai
pengertian tersendiri dalam bentuk umum.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri
atas dua kata, yaitu : (1) philein,
yang berarti cinta ,dan (2) sophos berarti
hikmah. Muhtar Yahya mengatakan bahwa berfikir filsafat ialah “pemikiran yang
sedalam-dalamnya yang bebas dan teliti bertujuan hanya mencari hakikat
kebenaran tentang alam semesta, alam manusia dan dibalik alam”. Pemikiran
filsafat yang diarahkan oleh filosof meliputi berbagai bidang kehidupan
manusia, seperti politik, ekonomi, hukum dan juga pendidikan. Sedangkan
filsafat islam memiliki pengertian yang mengkhususkan kajian pemikiran-
pemikiran yang menyeluruh dan mendasar tentang pendidikan berdasarkan tuntutan
ajaran Islam. Motivasi dalam islam ada dua, yaitu : (1) Motivasi Al-Qur’an :
dalam Al-Qur’an banyak terdapat
ayat-ayat yang menyeru dan menganjurkan supaya menggunkan akal fikiran dan
filsafat, (2) Motivasi Hadits : Hadits banyak memberikan motivasi para ulama
untuk berfikir secara mendalam tentang berbagai hal termasuk yang berkaitan
dengan pendidikan. Dasar-dasar dari filsafat pendidikan Islam bersumber dari : qiyas syari’I dan ijma’ ulama yang ada sepanjang
masa. Adapun dasar kokoh tersebut, terutama Al-Qur’an dan As-Sunnah, lebih
mementapkan dasar dan tujuan filsafat pendidikan islam. Pendekatan dalam
Filsafat Pendidikan Islam ada empat, yaitu : (1) Pendekatan Wahyu, (2)
Pendekatan Spekulatif, (3) Pendekatan Ilmiah, dan (4) Pendekatan Konsep.
Aliran-aliran
dalam filsafat pendidikan:
1. Filsafat
Pendidikan Idealisme
2. Filsafat
Pendidikan Realisme
3. Filsafat
Pendidikan Perenialisme
4. Filsafat
Pendidikan Eksistensialisme
5. Filsafat
Pendidikan Pragmatisme
6. Filsafat
Pendidikan Sosialisme
7. Filsafat
Pendidikan Progresifme
Bagian
Kedua :
Pandangan
Filsafat Pendidikan Islam Terhadap Manusia , Masyarakat Dan Ilmu Pengetahuan
Manusia adalah subyek pendidikan, sekaligus juga
obyek pendidikan. manusia dewasa yang berkebudayaan
adalah subyek pendidikan yang
berarti bertanggung jawab menyelenggareakan pendidikan. Mereka berkewajiban
secara moral atas perkembangan probadi anak-anak mereka,yang notabene adalah
generasi peneruis mereka. manusia dewasa yang berkebudayaaan terutama yang berprofesin
keguruan (pendidikan) bertanggung jawab secara formal untuk melaksanakan
misi pendidikan sesuai dengan tujuan dan nilai-nilai yang
dikehendaki ,masyarakan bengsa itu.
Masyarakat menurut islam mempunyai sikap
dan cirri tertentu yang dapat membedakannya dengan masyarakat lain. Dalam islam
anggota masyarakat mempunyai persamaan dalam hak dan kewajiban, islam tidak
mengenal kasta dan pemberian hak-hak istimewa kepada seseorang. Karakteristik
masyarakat islam mempunyai tiga cirri : kembali kepada Allah SWT, mengutamakan
ketaqwaan, dan saling menghormati sesame anggota masyarakat.
Ilmu pengetahuan adalah pengetahaun yang jelas
tentang sesuatu. Pengetahuan yang tidak jelas dari segi ontology, epistimologi,
maupun aksiologi di dalam Islam tidak dianggap sebagai ilmu walaupun orang
menyebutnya ilmu juga. Persoalan hakikat ilmu pengetahuan atau apa sebenarnya
pengetahuan (ontology) telah menjadi perdebatan antara kaum materialis dan kaum
idealis. Kaum materialis hanya mengenal pengetahuan yang bersifat empiris,
dengan pengertian bahwa pengetahuan hanya diperoleh dengan menggunakan akal
atau indera yang bersifat empiris dan terdapat di alam materi yang ada di dunia
ini.
Pengetahuan yang diperoleh melalui usaha manusia ada
4 jenisnya, yaitu:
1. Pengetahuan empiris yang diperoleh melalui indera
2. Pengetahuan sains yang diperoleh melalui indera
dan akal
3. Pengetahuan filsafat yang diperoleh melalui akal
4. Pengetahuan intuisi yang diperoleh melalui qalb
Sedangkan pengetahuan yang diberikan oleh Allah SWT
berupa:
1. Wahyu yang disampaikan kepada para Rasul
2. Ilham yang diterima oleh akal manusia
3. Hidayah yang diterima oleh qalb manusia
Bagian
Ketiga :
Konsep
Filosofis Tentang Arti Pendidikan Dan Tujuan Pendidikan
Pendidikan
berasal dari kata “didik”. Istilah pendidikan semula berasal dari bahasa
Yunani, yaitu “paedagogie” yang berarti bimbngan yang diberikan kepada anak.
Ramayulis mengemukakan
bahwa ada tiga istilah yang umum digunakan
dalam pendidikan Islam, yaitu al-Tarbiyah (pengetahuan tentang ar-rabb),
al-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam mengembangkan
ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah), al-Ta’dib (integrasi
ilmu dan amal). (Hasan Langgulung : 1988).
1. Istilah
al-Tarbiyah
Kata
Tarbiyah berasal dari kata dasar “rabba”, yurabbi menjadi “tarbiyah” yang
mengandung arti memelihara, membesarkan dan mendidik. Dalam statusnya sebagai
khalifah berarti manusia hidup di alam mendapat kuasa dari Allah untuk mewakili
dan sekaligus sebagai pelaksana dari peran dan fungsi Allah di alam. Dengan
demikian manusia sebagai bagian dari alam memiliki potensi untuk tumbuh dan
berkembang bersama alam lingkungannya. Tetapi sebagai khalifah Allah maka
manusia mempunyai tugas untuk memadukan pertumbuhan dan perkembangannya bersama
dengan alam. (Zuhairini, 1995:121).
2. Istilah
al-Ta’lim
Secara etimologi, ta’lim berkonotasi
pembelajaran, yaitu semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Hakekat ilmu
pengetahuan bersumber dari Allah SWT. Adapun proses pembelajaran (ta’lim)
secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika penciptaan Adam as
oleh Allah SWT, ia menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan langsung
dari penciptanya. Proses pembelajaran ini disajikan dengan menggunakan konsep
ta’lim yang sekaligus menjelaskan hubungan antara pengetahuan Adam as dengan
Tuhannya. (Jalaluddin, 2001:122).
3. Istilah
al-Ta’dib
Al-Ta’dib
berarti pengenalan dan pengetahuan secara berangsur-angsur ditanamkan ke dalam
diri manusia (peserta didik) tentang tempat-tempat yang tepat dari segala
sesuatu di dalam tatanan penciptaan. Dengan pendekatan ini pendidikan akan
berfungsi sebagai pembimbing ke arah pengenalan dan pengakuan tempat Tuhan yang
tepat dalam tatanan wujud dan kepribadiannya.
Pendidikan
Islam sebagai suatu system yang pada umumnya berkaitan dengan proses dan
struktur secara teratur, dan merupakan kesatuan organisasi. Noeng Muhadjir mensistematisasi komponen
tersebut dalam tiga kategori, yaitu :
1.
Bertolak
dari lima unsure dasar pendidikan, meliputi yang memberi, yang menerima,
tujuan, cara/jalan, dan konteks positif.
2.
Bertolak
dari empat komponen pokok pendidikan, meliputi kurikulum, subjek didik,
personifikasi pendidik, dan konteks belajar-mengajar.
3.
Bertolak
dari tiga fungsi pendidikan, meliputi pendidikan kreatifitas, pendidikan
moralitas dan pendidikan prduktifitas.
Tugas pendidikan Islam
umumnya adalah membimbing dan mengarahkan pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik dari tahap ke tahap kehidupannya yang sampai mencapai titik keampuan
optimal. Bila dilihat secara operasiaonal, fungsi pendidikan dapat dilihat dari
dua bentuk, yaitu : (1) alat untuk memelihara, memperluas dan menghubungkan
tingkat-tingkat kebudayaan, nilai-nilai tradisi dan sosial, serta ide-ide
masyarakat, (2) alat untuk mengadakan perubahan, inovasi, dan perkembangan. Upaya
ini dilakukan melalui potensi ilmu pengetahuan dan skill yang memiliki, serta
melatih tangga-tangga manusia (peserta didik) yang produktif dalam menemukan
pertimbangan perubahan sosial dan ekonomi yang demikian dinamis.
Pandangan islam yang dapat
dijadikan sebagai dasar prinsip pendidikan islam, yaitu sebagai : (1)
pendidikan islam terhadap terhadap jagat raya, (2) pandangan islam terhadap
manusia sebagai individu, (3) pandangan islam terhadap masyarakat, (4)
pandangan islam terhadap pengetahuan manusia, dan (5) pandangan islam terhadap
akhlak.
Bagian
Keempat :
Konsep
Filosofis Tentang Komponen Pendidikan Islam
Pendidik
Ramayulis
dan Syamsul Nizar mengemukakan secara umum istilah pendidik dikenal dengan
guru. Dalam pengertian yang lebih luas pendidik dalam perspektif pendidikan
islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upay apertumbuhan jasmani
dan perkembangan rohani peserta didik agar ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemnusiaannya sesuai dengan nilai-nilai agam islam. Dalam konteks pendidikan
islam, pendidik disebut murabbi, muallim,
muaddib, mudarris, muzakki, dan ustadz. Tenaga pendidik dalam Pendidikan
Islam, Yaitu: 1. Allah SWT., 2. Rasulullah SAW., 3. Orang tua, dan 4. Guru. Dalam
ajaran islam pendidik disamakan dengan ulama yang sangatlah dihargai
kedudukannya. Menurut Al-Ghazali pendidik merupakan maslikul kabir. Bahkan dapat dikatakan pada satu sisi,pendidikan mempunyai
jasa lebih dibandingkan kedua orang tuanya. Lantaran kedua orang tuanya
menyelamatkan anaknya dari sengatan api neraka.
Al-Ghazali
mengkhususkan guru dengan sifat-sifat kesucian dan kehormatan dan menempatkan
guru langsung sesudah kedudukan Nabi seperti contoh sebuah syair yang
diungkapkanoleh Syauki yang berbunyi: “bediri dan hormatilah guru dan beriah ia
penghargaan, seorang guru itu hamper saja seorang Rasul”. Diantara hak yang
harus diterima oleh guru pendidik adalah mendapatkan penghormatan dan menerima
gaji.
Dalam
paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan
memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan. Paradigma tersebut menjelaskan
bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan objek pendidikan yang
memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu mengarahkannya
mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya menuju kedewasaan.
Ibnu
Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya
sebagaimana yang acapkali dibicarakan para filosof, baik itu filosof dari
golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak melihat manusia dalam
hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat.
Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang pendiri sosiolog
dan antropolog.
Kurikulum
yang sesuai dengan pendidikan Islam adalah kurikulum yang mempunyai tujuan
untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh dan berpadu dengan kepribadian para
peserta didik. Di samping itu kurikulum pendidikan Islam juga mempunyai tujuan
untuk memberi sumbangan dalam perkembangan masyarakat Islam, memperkuat
kepribadian Islam yang berdiri sendiri.
Kurikulum
pendidikan Islam adalah bahan-bahan pendidikan Islam berupa kegiatan, pengetahuan
dan pengalaman yang dengan sengaja dan sistematis diberikan kepada anak didik
dalam rangka mencapai tujuan pendidikan Islam. Atau dengan kata lain kurikulum
pendidikan Islam adalah semua aktiviti, pengetahuan dan pengalaman yang dengan
sengaja dan secara sistematis diberikan oleh pendidik kepada anak didik dalam
rangka tujuan pendidikan Islam (H.syamsul Bahri Tanrere, 1993).
Secara umum asas-asas metode pemdidikan Islam itu menurut
Al-Syaebany adalah:
- Asas Agama, yaitu prinsip, asas dan fakta umu yang diambil dari sumber asasi ajaran Islam, yakni Al-Quran dan sunnah.
- Asas biologis, yaitu dasar yang mempertimbangkan kebutuhan jasmani dan tingkat perkembangan usia peserta didik.
- Asas Psikologis, yaitu Prinsip yang lahir diatas pertimbangan kekuatan psikologis seperti motivasi, kebutuhan, emosi, minat, sikap, keinginan, kesedihan, bakat dan kecakapan.
- Asas Sosial, yaitu asas yang bersumbr dari kehidupan sosial manusia seperti tradisi, kebutuhan, harapan dan tuntutan yang senantiasa maju dan berkembang.
Evaluasi
merupakan salah satu kegiatan utama yang harus dilakukan oleh dalam kegiatan
pembelajaran. Dengan penilaian, maka akan diketahui perkembangan hasil belajar,
intelegensi, bakat khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian. Subjek/pelaku evaluasi adalah orang
yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut subjek evaluasi
untuk setiap tes ditentukan oleh suatu aturan pembagian tugas atau ketentuan
yang berlaku, karena tidak setiap orang dapat melakukannya.
Adapun objek beserta
subjek evaluasi menurut Ramayulis dan Syamsul
Nizar adalah:
1. Evaluasi kinerja
peserta didik
Objek
evaluasi biasa disebut juga dengan sasaran evaluasi. Yaitu segala sesuatu yang
menjadi titik pusat pengamatan karena penilai menginginkan informasi tentang
sesuatu tersebut.
Bagi siswa
atau peserta didik, evaluasi digunakan untuk mengukur pencapaian
keberhasilannya dalam mengikuti pelajaran yang telah diberikan oleh guru dan
yang bertugas aktif dalam proses evaluasinya adalah guru.
2. Evaluasi kinerja
tenaga pendidik
Evaluasi kinerja tenaga
pendidik adalah evaluasi yang objeknya tenaga pendidik, ini dilakukan untuk
mengetahui ketepatan metode yang digunakan dalam menyajikan bahan pelajaran.
Evaluasi
terhadap metode mengajar merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali tentang
metode mengajar, pendekatan, atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh
guru dalam menyampaikan materi kurikulum kepada siswa. Metode mengajar adalah
cara-cara atau teknik yang digunakan dalam mengajar. Sedangkan strategi
pembelajaran menunjuk kepada bagaimana guru mengatur waktu pemenggalan
penyajian, pemilihan metoda, pemilihan pendekatan dan sebagainya.
3. Evaluasi kinerja
lembaga pendidikan
Dalam
konteks lembaga, evaluasi merupakan salah satu rangkaian kegiatan dalam
meningkatkan kualitas, kinerja atau produktivitas suatu lembaga dalam
melaksanakan programnya (Mardapi,2004). Hal yang hampir sama dikemukakan oleh
Stuffelbeam dan Shinkfield (2007), yang mengatakan bahwa evaluasi merupakan
proses memperoleh, menyajikan, dan menggambarkan informasi yang berguna untuk
menilai suatu alternatif pengambilan keputusan tentang suatu program.
4. Evaluasi program
pendidikan
Program
pendidikan merupakan suatu rencana pengajaran sebagai panduan bagi guru atau
pengajar dalam melaksanakan pengajaran. Agar pengajaran bisa berjalan dengan
efektif dan efisien, maka perlu kiranya dibuat suatu program pendidikan.
Program pendidikan yang dibuat oleh guru tidak selamanya bisa efektif dan dapat
dilaksanakan dengan baik, oleh karena itulah agar program pendidikan yang telah
dibuat yang memiliki kelemahan tidak terjadi lagi pada program pendidikan
berikutnya, maka perlu diadakan evaluasi program pendidikan.
Media pendidikan/alat
pendidikan yang bersifat nonmateri materi memiliki sifat abstrak dan hanya
dapat diwujudkan melalui perbuatan dan tingkah laku seorang pendidik terhadap
anak didiknya. Diantara media dan sumber belajar yang termasuk kedalamnya
adalah keteladanan, perintah/larangan, ganjaran, dan hukuman. 9)
Yusuf Hadi Miarso dkk
menyatakan bahwa alat/media berupa benda yang dalam pendidikan mempunyai
nilai-nilai praktis edukatif yang melipti: 1. Membuat konsep abstrak menjadi
konkret, 2. Membawa objek yang sukar didapat kedalam lingkungan belajar siswa,
3. Menampilkan objek-objek yang terlalu besar , 4. Menampilkan objek yang tidak
mudah diamati dengan mata telanjang, 5. Mengamati gerakan yang terlalu cepat,
6. Memugkinkan mengamati keseragaman pengamatan dan persepsi bagi pengalaman
belajar siswa, 7. Membangkitkan motivasi belajar, dan 8. Menyajikan informasi
belajar secara konsisten dan dapat diulang maupun disimpan. Sedangkan alat
berupa non-benda, karena sifatnya abstrak,maka ia berperan dalam pemahaman
nilai dan penilaian akhlak.
Kepribadian
muslim mempunyai hubungan yang erat dalam suatu lingkaran hubungan yang
meliputi hubungannya dengan 1. Allah SWT, 2. alam dan 3. Manusia. Dengan
kepribadian muslim manusia harus mengembangkan dirinya dengan bimbingan
petunjuk Ilahi. Proses pembentukan
kepribadian muslim secara perorangan dapat dilakukan melalui tiga macam pendidikan, yaitu : pranata education,
education by another, dan self education. Sedangkan proses pembentukan
kepribadian muslim secara ummah (bangsa/Negara)dilakukan dengan memantapkan
kepribadian individu muslim, dapat pula dilakukan dengan menyiapkan kondisi dan
tradisi sehingga memungkinkan terbentuknya kepribadian.
Bagian
kelima :
Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam
Mengenai proses pembelajaran, al-Ghazali mengajukan konsep
pengintegasian antara materi, metode dan media atau alat pengajarannya. Materi pengajaran
yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak.
B. Pembahasan
Socrates menyatakan
bahwa berfilsafat merupakan cara berfikir yang radikal, menyeluruh dan
mendasar. Di zaman Yunani, filsafat bukan merupakan suatu disiplin teoritis
yang special, akan tetapi suatucara hidup yang konkret, suatu pandangan hidup
yang total menenai manusia dan alam yang menyinari seluruh kehidupan seseorang.
Hanafi, M.A. mengatakan bahwa
pengertian filsafat telah mengalami perubahan-perubahan sepanjang masanya.
Pitagoras (481-411 SM), yang dikenal sebagai orang yang pertama yang
menggunakan perkataan tersebut.
Harold
menyebutkan bahwa filsafat tidak lain adalah sekumpulan sikap hidup yang
terbentuk dari berfikir kritis tentang realitas kehidupan dan alam. dan
bukankah hidup itu sendiri adalah bagaimana subjeknya data menyikapi berbagai
realitas yang ada sehingga meunculkan pola hidup dan kehidupan positif yang
menyempurnakan bagi identitas subjeknya.
Berdasarkan pendapat
Ramayulis dan Syamsul Nizar, ada beberapa perbedaan yang mendasar antara
Filsafat pendidikan umum dengan Filsafat pendidikan islam, yaitu : filsafat
pendidikan umum tergantung pada teori dan system pemikiran semata. Sedangkan
Filsafat pendidikan islam didasarkan atas pemikiran yang bersumber yang berasal
dari wahyu Ilahi. Para filosof pendidikan umum dalam berfikir lebih cenderung
menimbulkan keraguan yang sulit untuk dikompromikan. masing-masing teori
berusaha mempertahankan pendapatnya sebagai kebenaran. Oleh karna itu filsafat
pendidikan islam diantaranya Al-Syaibany
lebih memilih kata hikmah dalam pemikiran filsafatnya, bukan kebenaran. prinsip
berfikir radikal dalam berfilsafat pendidikan umum member makna pada pemikiran
tanpa ada batasnya. Sementara dalam filsafat pendidikan islam, berfikir secara
radikal memberikan makna kebebasan manusia untuk berfikir yang dibatasi oleh
kebenaran.
Pendidikan Islam
ideal, menurut Wan M. Nor Wan Daud, harus meliputi dua kategori ilmu
tradisional, dan hubungan hirarki keduanya.[4] Yakni ilmu wahyu yang dapat
dicapai melalui ilmu-ilmu agama (QS At Taubah 9:122). Dan ilmu umum yang dapat
digali melalui ilmu rasional, intelektual dan filosofis. (QS Ali Imron 3:190).
Syed Muhammad
Naguib al-Attas menyebut pendidikan Islam sebagai ta’dib (dari kata, adab). Dia
mendefinisikan istilah ini sebagai kedisiplinan fisik, pikiran dan jiwa yang
memungkinkan manusia untuk mengenal dan mengakui posisi yang pantas dalam
hubungannya dengan dirinya, keluarganya dan komunitasnya. Kepantasan posisi
atau derajat seseorang adalah berdasarkan pada kriteria intelektual, ilmu dan
kesalihan (ihsan). Dengan pengertian ini, adab adalah refleksi kearifan
(hikmah) dan kedilan (‘adl).[6]
Sejalan dengan pendapat Ramayulis dan
Syamsul Nizar tentang peserta didik bahwa ada tiga hal yang harus diperhatikan
oleh pendidik : (1) potensi peserta didik, bagi pendidik potensi yang dimili
oleh peserta didik ini haruslah dikembangkan dan mendapat perhatian yang kuat,
karena keberhasilan suatu pembelajaran peserta didik di tentukan dari potensi
dan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik. (2) kebutuhan peserta didik, kebutuhan
peserta didik disini adalah segala ssuatu yang haru ada untuk menunjang
pembelajaran, kebutuhan di sini bukan hanya ersifat material seperti buku, tas,
pulpen, meja dll tapi juga bersifat non material seperti motivasi, dukungan dan
kasih sayangdan, dan (3) sifat-sifat peserta didik, pendidik haruslah
memperhatikan setiap respond an keadaan peserta didik.
Dalam penyampaian pendapat yang di
tuangkan dalam buku Filsafat Pendidikan Islam karya Ramayulis dan Syamsul
Nizar, sebenarnya bukanlah konsep yang keliru dalam berfilsafat mengenai
konteks pendidikan islam. Sumber-sumber yang di angkat berdasarkan pada
Al-Quran dan As-Sunnah dan dari berbagai referensi yang dijadikan landasan
dalam pembukuan.
Penggunaan bahasa dalam buku ini sangat
terperinci dan logis, tidak terlalu menggunakan bahasa yang bertele-tele dan
berlebihan dalam bahasannya, sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh banyak
orang. Terlebih bagi seorang yang ingin berfilosof tentang pendidikan islam.
Kelemahan buku ini adalah pada pemadatan
kata dan sumber yang terlalu banyak sehingga sangat sulit untuk mengelompokkan
mana pendapat penulis dan mana yang berasal dari resensi lain.
Walaupun banyak terdapat kelemahan, buku
berjudul “Filsafat Pendidikan Islam” karya Ramayulis dan Syamsul Nizar dapat
dijadikan dasar untuk berfilosof dengan landasan islam. Hal ini tentu saja
berlaku untuk semua kalangan di masyarakat terutama bagi mahasiswa dan guru.
Guna memperdalam dan membina kemampuan berfilosof delam islam, para mahasiswa dan guru disarankan untuk memperdalam isi buku ini dengan banyak
membaca buku lain yang relevan sebab terlalu luasnya cakupan isi buku berjudul “Filsafat Pendidikan Islam” karya Ramayulis
dan Syamsul Nizar.
BAB
III
SIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian isi buku dan
pembahasan pada bab sebeumnya, penulis dapat menyimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
1.
bahwa
filsafat tidak lain adalah sekumpulan sikap hidup yang terbentuk dari berfikir
kritis tentang realitas kehidupan dan alam.
2.
perbedaan
yang mendasar antara Filsafat pendidikan umum dengan Filsafat pendidikan islam,
yaitu : filsafat pendidikan umum tergantung pada teori dan system pemikiran
semata. Sedangkan Filsafat pendidikan islam didasarkan atas pemikiran yang
bersumber yang berasal dari wahyu Ilahi.
3.
buku karya
Ramayulis dan Syamsul Nizar ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihannya
adalah penggunaan bahasa dalam buku ini sangat terperinci dan logis, tidak
terlalu menggunakan bahasa yang bertele-tele dan berlebihan dalam bahasannya,
sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh banyak orang. Terlebih bagi seorang
yang ingin berfilosof tentang pendidikan islam.
4.
Sedangkan
Kelemahan buku ini adalah pada pemadatan kata dan sumber yang terlalu banyak
sehingga sangat sulit untuk mengelompokkan mana pendapat penulis dan mana yang
berasal dari resensi lain.
B. Saran
1.
Buku ini
terdapat berbagai aspek pemikiran islam yang perlu dipahami, oleh sebab itu
buku ini dapat dijadikan sebagai pedoman yang harus dibaca khususnya oleh para
mahasiswa dan guru.
2.
Para
mahsiswa dan guru yang ingin memperdalam tentang filsafat pendidikan islam ,
dianjurkan untuk membaca buku lain yang sejenis dgna menambah wawasan.
DAFTAR
PUSTAKA
Syuhud, Fatih. (2012) Filsafat Pendidikan Islam. [Online].
Tersedia : http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/filsafat-pendidikan-islam/
Muhmidayeli, (2012). Filsafat
pendidikan. Bandung: refika aditama
Abidin, Yunus. Dkk. (2010) Kemampuan
Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.
Bandung : CV. Maulana Media Grafika.
Soegiono dan Muis, Tamsil. (2012). Filsafat Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar