TEORI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR
KUMPULAN MATERI
Disusun
untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Pendidikan
Matematika
1

Oleh
Qurrotul A’yun 1203250
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR S-1
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2013
A. TOKOH
ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
1. Teori
Thorndike
Edward l. Thorndike (1874-1949)
mengemukan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect.
Menurut hukum ini belajar akan lebih
berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa
senang atau kepuasan.
Teori belajar stimulus respon yang
dikemukakan oleh thorndike ini disebut juga koneksionisme,teori ini mengatakan
bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara
stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil:
a. Hukum
Kesiapan (Law Of Readiness)
Yaitu menerangkan bagaimana kesiapan
seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan
untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar
melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi
dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan
bagi dirinya.
b. Hukum Latihan
(Law Of Exercise) dan Hukum Akibat (Law Of Effect).
Hukum latihan menyatakan bahwa jika
hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakian kuat.
Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka makin
lemahnya hubungan yang terjadi.
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan
bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan
kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau
meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberi senyuman wajar
terhadap jawaban anak, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri
anak. Kata-kata “ Bagus”, “Hebat” , ”Kau sangat teliti” dan semacamnya akan
merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai
pelajaran.
Disamping itu, Thorndike mengutamakan
pula bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa tergantung dari kualitas
dan kuantitas Stimulus-Respon (SR) dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Makin banyak dan makin baik kualitas S-R itu (yang diberikan guru) makin banyak
dan makin baik pula hasil belajar siswa.
Implikasi dari aliran pengaitan ini
dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu,
guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam
kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
Metode pemberian tugas, metode latihan
(drill dan practicc) akan lebih cocok. Karna siswa akan lebih banyak
mendapatkan stimulus sehingga respons yang diberikan pun akan lebih banyak.
Dalam kurikulum, materi disusun dari
materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas dan tingkat
sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk dapat
menguasai materi yang lebih sukar.
2. Teori
Pavlov
Pavlof terkenal dengan teori belajar
klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor anjing, anjing itu dikurung
dalam suatu kandang dalam waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya, setiap
akan diberi makan Pavlov membunyikan bel, ia memperhatikan bahwa setiap
dibunyikan berl pada waktu tertentu anjing itu mangeluarkan air liurnya,
walaupun tidak diberi makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan
atau conditioning. Dalalm hubugannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa
belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan
soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.
3. Teori
Baruda
Baruda mengemukakan bahwa siswa belajar
itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru
baik, guru berbicara sopan santun, tingkah laku yang terpuji, menerangkan
dengan jelas dan sistematis, maka siswa akan menirunya. Jika contoh yang dilihat kurang baik maka ia
pun akan menirunya.
4. Teori Belajar Skinner
Burhus
Frederic Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan
yang sangat penting dalam proses belajar.
Ganjaran
merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang
sifatnya subjektif.
Pengutan
merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan
lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam
teori Skinner dinyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan positif dan
penguatan negatif.Contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian yang
diberikan pada anak setelah berhasil menyelesaikan tugas dan sikap guru yang
bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan.
Skiner
menambahkan bahwa jika respon siswa baik(menunjang efektivitas pencapaian
tujuan)harus segera diberi penguatan positif agar respon tersebut lebih baik
lagi,atau minimalnya perbuatan baik itu dipertahankan
5. Teori
Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar
bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan
belajar menemukan dengan belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya. Tetapi
pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima
pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar
menghafal dengan belajar bermakna.
Pada belajar menghafal, siswa menghafal
materi yang sudah diterimanya, tetapi pada belajar bermakna materi yang
diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih
dimengerti. Selanjutnya bahwa Ausubel mengemukan bahwa metode ekspositori
adalah metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini dikemukan berdasarkan
hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa
belajar menghafal atau bermakna.
Misalnya dalam mempelajari konsep
Pitagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir c2= b2+a2 sudah
disajikan, tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan
sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan lebih bermakna.
6. Teori Belajar Gagne
Teori yang
diperkenalkan Robert M.Gagne pada tahun 1960-an pembelajaran harus dikondisikan
untuk memunculkan respons yang diharapkan.Menurut Gagne (dalam Ismail 1998),
belajar matematika terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung.
1.
Objek-objek langsung pembelajaran matematika terdiri atas :
a.
Fakta-fakta matematika
b.
Ketrampilan-ketrampilan matematika
c.
Konsep-konsep matematika
d.
Prinsip-prinsip matematika
2.
Objek-objek tak langsung pembelajaran matematika adalah :
a.
Kemampuan berfikir logis
b.
Kemampuan memecahkan masalah
c. Sikap
positif terhadap matematika
d.
Ketekunan
e.
Ketelitian
Taksonomi
Gagne
Menurut Gagne tingkah laku manusia
sangat bervariasi dan berbeda dihasilkan dari belajar. Kita dapat
mengklasifikasikan tingkah laku sedemikian rupa sehingga dapat diambil
implikasinya yang bermanfaat dalam proses belajar.Gagne mengemukakan bahwa
ketrampilan-ketrampilan yang dapat diamati sebagai hasil-hasil belajar disebut
kemampuan-kemampuan atau disebut juga kapabilitas.
Lima Macam
Hasil Belajar Gagne
Gagne mengemukakan 5 macam hasil
belajar atau kapabilitas tiga bersifat kognitif, satu bersifat afektif dan satu
bersifat psikomotor.Hasil belajar menjadi lima kategori kapabilitas sebagai
berikut :
1.
Informasi verbal
Kapabilitas informasi verbal
merupakan kemampuan untuk mengkomunikasikan secara lisan pengetahuannya tentang
fakta-fakta.
2.
Ketrampilan Intelektual
Kapabilitas ketrampilan intelektual
merupakan kemampuan untuk dapat membedakan, menguasai konsep aturan, dan
memecahkan masalah.
Kapabilitas
Ketrampilan Intelektual oleh Gagne dikelompokkan dalam 8 tipe belajar yaitu :
a. Belajar
Isyarat
b. Belajar
stimulus Respon
c. Belajar
Rangkaian Gerak
d. Belajar
Rangkaian Verbal
e. Belajar
membedakan
f. Belajar
Pembentukan konsep
g. Belajar
Pembentukan Aturan
h. Belajar
Memecahkan Masalah
3.
Strategi Kognitif
Kapabilitas Strategi Kognitif adalah
Kemampuan untuk mengkoordinasikan serta mengembangkan proses berfikir dengan
cara merekam, membuat analisis dan sintesis.
4. Sikap
Kapabilitas Sikap adalah
kecenderungan untuk merespon secara tepat terhadap stimulus atas dasar
penilaian terhadap stimulus tersebut.
5.
Ketrampilan motorik
Untuk dapat mengetahui seseorang
memiliki kapabilitas ketrampilan motorik dapat dilihat dari segi kecepatan,
ketepatan, dan kelancaran gerakan otot-otot serta anggota badan yang
diperlihatkan orang tersebut.
Fase-fase
kegiatan Belajar menurut Gagne
Robert
M.Gagne adalah seorang ahli psikologi yang banyak melakukan penelitian
diantaranya fase-fase kegiatan belajar yang dibagi dalam empat fase yaitu :
a. Fase
Aprehensi
b. Fase
Akuisisi
c. Fase
Penyimpanan
d. Fase
Pemanggilan
B. TOKOH
ALIRAN PSIKOLOGI KOGNITIF
1. Jean
Piaget
Satu percobaan
konservasi didasarkan pada kemasan yang berisi manik-manik. Dua jumlah
manik-manik yang sama jumlahnya dimasukan kedalam wadah yang identik, sehingga
mencapai ketinggian yang sama di kedua wadah yang dimaksudkan untuk dilihat
oleh anak-anak agar anggapannya pada ke dua wadah tersebut benar-benar
setara. Manik-manik dari salah satu wadah kemudian dituangkan kedalam
wadah dari bentuk yang sangat berbeda, pertama ke dalam wadah luas dan pendek,
dan kedua ke dalam wadah yang tinggi dan sempit (lihat Gambar 1). Pada setiap
tahap, anak ditanya apakah ada perbedaan antara isi wadah (jumlah manik-manik).
Piaget membagi
tahap perkembangan pada manusia berdasarkan usia dalam empat tahap, seprti yang
dijelaskan dalam Hergenhahn & Olson (2008: 318-320):
1) Tahap sensori
motor, berada pada usia dari lahir sampai dua tahun. Anak pada tahap ini
bersikap egosentris. Segala sesuatu dilihat berdasarkan kerangka referensi
dirinya sendiri, dan dunia psikologis mereka adalah satu-satunya dunia yang
ada.
2) Tahap berpikir pra operasional,
berada pada usia sekitar dua sampai tujuh tahun. Pada tahap ini, anak mulai
membentuk konsep sederhana. Mereka mulai mengklasifikasikan benda-benda dalam
kelompok tertentu berdasarkan kemiripannya, tetapi mereka melakukan banyak
kesalahan lantaran konsep mereka itu. Anak-anak memecahkan problem secara
intuitif, bukan berdasarkan kaidah logika. Dan yang paling menonjol pada tahap
ini adalah kegagalannya untuk mengembangkan konservasi.
3) Tahap operasional konkrit, berada
pada usia antara tujuh sampai sebelas atau dua belas tahun. Anak kini
mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan (konservasi), kemampuan
mengelompokkan secara memadai, melakukan pengukuran, dan mengenali konsep
angka.
4) Tahap Operasi formal, berada
sekitar sebelas atau 12 tahun sampai empat belas atau Lima belas tahun.
Anak-anak kini bisa menangani situasi hipotetis, dan proses berpikir mereka tak
lagi tergantung hanya pada hal-hal yang langsung dan riil.
Asimilasi dan akomodasi merupakan
dua aspek aktivitas mental yang pada dasarnya merupakan suatu proses yang
melibatkan interaksi antara pikiran dan kenyataan, kita menstruktur hal-hal
yang ada dalam pikiran kita, namun tergantung kepada bagaimana hal-hal itu ada
di dalam realita. Dengan demikian, belajar tidak hanya menambah informasi dan
pengalaman baru yang ditempalkan ke informasi dan pengalaman sebelumnya, Tetapi
setiap informasi dan pengalaman baru menyebabkan informasi dan pengalaman
sebelumnya dimodifikasi untuk mengasimilasi-akomodasi informsi dan pengalaman
baru.
2. Teori Belajar Bruner
Bruner
yang memiliki nama lengkap Jerome S.Bruner seorang ahli psikologi (1915) dari
Universitas Harvard, Amerika Serikat, telah mempelopori aliran psikologi
kognitif yang memberi dorongan agar pendidikan memberikan perhatian pada
pentingnya pengembangan berfikir. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai
perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh
pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang
bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner
menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk
menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya.
Ada tiga
proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) prose perolehan informasi
baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji
relevansi dan ketepatan pengetahuan.Perolehan informasi baru dapat terjadi
melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang
diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain.Proses transformasi
pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan
yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan.Informasi yang diterima
dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu
saat dapat dimanfaatkan.
Menurut
Bruner belajar matematika adalah belajar mengenai konsep-konsep dan
struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta
mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika
itu,(dalam Hudoyo, 1990:48) Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika
hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi
(contextual problem).Dengan mengajukan masalah kontekstual,peserta didik secara
bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan tekhnologi informasi
dan komunikasi seperti komputer, alat peraga atau media lainnya.
Bruner
melalui teorinya mengungkapkan bahwa dalam proses belajar anak baiknya diberi
kesempatan memanipulasi benda-benda atau alat peraga yang dirancang secara
khusus dan dapat diotak atik oleh siswa dalam memahami suatu konsep matematika.Melalui
alat peraga yang ditelitinya anak akan melihat langsung bagaiman keteraturan
dan pola struktur yang terdapat dalam benda yang diperhatikannya.Peran guru
adalah :
1. perlu
memahami struktur pelajaran
2.
pentingnya belajar aktif supaya seorang dapat menemukan sendiri konsep-konsep
sebagai dasar untuk memahami dengan benar
3.
pentingnya nilai berfikir induktif.
Proses internalisasi akan terjadi
secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar secara optimal) jika
pengetahuan yang dipelajari itu dalam 3 model yaitu :
1) Model Tahap Enaktif
Dalam tahap ini penyajian yang
dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlihat dalam memanipulasi
(mengotak atik)objek.
2) Model Tahap Ikonik
Dalam tahap ini kegiatan penyajian
dilakukan berdasarkan pada pikiran internal dimana pengetahuan disajikan
melalui serangkaian gambar-gambar atau grafik yang dilakukan anak, berhubungan
dengan mental yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasinya.
3) Model Tahap Simbolis
Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar
simbolik, anak memanipulasi Simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu.
Selain mengembangkan teori
perkembangan kognitif ,Bruner mengemukakan teorema atau dalil-dalil berkaitan
dengan pengajaran matematika.Berdasarkan hasil-hasil eksperimen dan observasi
yang dilakukan oleh Bruner pada tahun 1963 mengemukakan empat teorema
/dalil-dalil berkaitan dengan pengajaran matematika yang masing-masing disebut
“teorema atau dalil” .Keempat dalil tersebut adalah :
a. Dalil
Konstruksi / Penyusunan ( Contruction theorem)
Didalam teorema konstruksi dikatakan
cara yang terbaik bagi seorang siswa untuk mempelajari sesuatu atau prinsip
dalam matematika adalah dengan mengkontruksi atau melakukan penyusunan sebuah
representasi dari konsep atau prinsip tersebut.
b. Dalil
Notasi (Notation Theorem)
Menurut teorema notasi representase
dari suatu materi matematika akan lebih mudah dipahami oleh siswa apabila
didalam representase itu digunakan notasi yang sesuai dengan tingkat
perkembangan kognitif siswa.
c. Dalil
Kekontrasan dan Variasi ( Contras and Variation Theorem)
Menurut teorema kekontrasan dan
variasi dikemukakan bahwa suatu konsep matematika akan lebih mudah dipahami
oleh siswa apabila konsep itu dikontraskan dengan konsep-konsep yang lain
sehingga perbedaan antar konsep itu dengan konsep-konsep yang lain menjadi
jelas.
d. Dalil
Konektivitas dan Pengaitan (Conectivity Theorem)
Didalam teorema konektivitas disebut
bahwa setiap konsep, setiap prinsip, dan setiap ketramplan dalam matematika
berhubungan dengan konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan ketrampilan-ketrampilan
lain.
4) Metode Penemuan
Satu hal yang membuat Bruner
terkenal karena dia lebih peduli terhadap proses belajar daripada hasil
belajar, menurutnya belajar merupakan faktor yang menentukan dalam pembelajaran
dibandingkan dengan perolehan khusus, yaitu metode penemuan
(dicovery).Discovery learning dari Bruner merupakan model pengajaran yang
melambangkan berdasarkan pada pandangan kognitif tentang pembelajaran dalam
prinsip konstruksitivis dan discovery learning siswa didorong untuk belajar
sendiri secara mandiri.
Adapun
tahap-tahap penerapan belajar penemuan adalah :
1.
Stimulus ( pemberian perangsang)
2. Problem
Statement (mengidentifikasi masalah)
3. Data
collection ( pengumpulan data)
4. Data
Prosessing (pengolahan data)
5.
Verifikasi
6.
Generalisasi
3. Teori Brownell
W .
Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna
dan belajar pengertian. Dia menegaskan bahwa belajr pada hakikatnya merupakan
proses yang bermakna. Bila kita perhatikan , teori yang dikemukakan Brownell
ini sesuai dengan teori Gestalt, yang muncul dipertengahan tahun 1930. Menurut
teori pembelajran Gestalt, latihan hafal atau yang lebih dikenal dengan drill
adalah sangat penting dalam kegiatan pengajaran. Cara ini ditetapkan setelah
tertanamnya pengertian.
Aritnetika
atau berhitung yang diberikan pada anak-anak SD dulu lebih menitik beratkan
hafalan dna mengasah otak. Aplikasi dari bahna yang diajarkan dan bagaimana
kaitannya dengan pelajaran-pelajaran lainnya sedikit sekali di kupas. Menurut
Brownell anak-anak yang berhasil dalam mengikuti pelajaran pada waktu itu
memiliki kemampuan berhitung yang jauh melebihi anak-anak sekarang. Banyaknya
latihan yang diterapkan pada anak dan latihan mengasah otak dengan soal-soal
yang panjang dan sangat rumit merupakan pengaruh dari doktrin disiplin normal.
Terdapat
perkembangan yang menunjukkan bahwa doktrin formal itu memiliki kekeliruan yang
lebih mendasar. Dari penelitian yang dilaksanakan pada abad ke 19 terdapat
hasil yang menunjukan bahwa belajar tidak melalui latihan hafalan dan mengasah
otak, namun diperoleh anak melalui bagaimana anak berbuat, berfikir, memperoleh
persepsi dan lain-lain.
4. Teorema Van Hiele
Dalam
pengajran geometri terdapat teori belajr yang dikemukakan oleh Van Hiele
(1954), yang mnguraikan tahap-tahap mental anak dalam pengajaran geometri. Van
Hiele adalah seorang guru bangsa Belanda yang mengadakan penelitian dalam
geometri. Hasil penelitiannya itu dirumuskan dalam disertasinya, diperoleh dari
kegiatan tanya jawab dan pengamatan. Menurut Van hiele, tiga unsur utama dalam
pengajaran geometri yaitu waktu,materi pengajaran, dan metode pengajaran yang
diterapkan.
Tahap
belajar anak dalam belajar geometri menurut Van hiele sebagai berikut:
1. Tahap pengenalan
(visualisasi) Dalam tahap ini anak mulai belajar mengenai suatu bentuk
geomerti secara keseluruhan, namun belum mampu mengetahui adanya sifat-sifat
dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh, jika pada seorang
anak diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui sifat-sifat kubus
tersebut. Ia belum menyadari bahwa kubus mempunyai sisi-sisi yang merupakan
bujur sangkar, sisinya ada 6 buah dan rusuknya ada 12 dan lain-lain.
2. Tahap analisis Pada tahap
inianak sudah mulai mengenal sifat-sifat yang dimiliki benda geometri yang
diamatinya. Ia sudah mampu menyebutkan keteraturan yang terdapat benda geometri
itu. Misalnaya disaat ia mengamati persegi panjang, ia telah mengetahui bahwa
terdapat 2 pasang sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar. Dalam tahap
ini anak belum mampu mengetahui hubungan yang terkait antara suatu benda
geometri satu dengan yang lainnya. Misalnya anak belum mengetahui bahwa bujur
sangkar adalah persegi.
3. Tahap pengurutan (deduksi
informal) Pada tahap ini anak sudah mulai mampu melaksanakan penarikan
kesimpulan yang dikenal dengan berfikir deduktif. Namun, belum secara
keseluruhan. Anakpun sudah mulai bisa mengurutkan, misalnya bahwa bujur sangkar
adalah persegi. Demikian juga dengan benda-benda ruang, anak-anak memahami bahwa
kubus juga adalah balok dengan sisi berbentuk bujur sangkar. Tetapi pola
pikirnya belum mampu menerangakan mengapa diagonal suatu persegi panjang itu
sama panjang. Anak mungkin belum memahami bahwa belah ketupat dapat dibentuk
dari dua buah benda yang kongruen.
4. Tahap deduksi Dalam tahap ini
anak sudah mampu menarik kesimpulan secara deduktif, yakni penarikan kesimpulan
dari hal-hal yang bersifat umum ke khusus. Dia telah mengerti betapa pentingnya
peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan di samping yang didefinisikan.
Misalnya anak sudah mulai mampu mengenal dalil, aksioma atau postulat dalam
pembuktian. Postulat dalam pembuktian segitiga yang sama dan sebangun, seperti
postulat sudut-sudut-sudut, sisi-sisi-sisi atau sudut-sisi-sudut, dapat
dipahaminya, namun belum mengerti mengapa postulat itu benar dan mrngapa dapat
dijadikan postulat dalam pembuktian segiga kongruen.
5. Tahap akurasi Dalam tahap ini
sudah mulai menyadari betapa pentingnya ketepatan prinsip-prinsip dasar yang
melandasi suatu pembuktian. Misalnya ia mengetahui pentingnya aksioma atau
postulat dari geometri Euclid. Tahap akurasi merupakan tahap berfikir yang
tinggi, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika beberapa anak,
meskipun sudah duduk di bangku sekolah lanjutan atas , masih belum sampai pada
tahap berfikir ini.
5. Teori Belajar
Dienes
Dienes (Bell,
1978: 124) percaya bahwa semua abstraksi didasarkan pada intuisi dan pengalaman
konkret, maka dari itu sistem dalam pembelajaran matematika menekankan
pada mathematics laboratories, memanipulasi objek, dan
permainan matematika.
Menurut Dienes
(Bell, 1978: 125-126), konsep-konsep matematika akan berhasil jika dipelajari
dalam tahap-tahap tertentu. Dienes membagi tahap-tahap belajar menjadi 6 tahap,
sebagai berikut.
1)
Free Play (permainan bebas). Permainan
bebas merupakan tahap belajar konsep yang aktifitasnya tidak berstruktur dan
tidak diarahkan. Walaupun guru memberikan arahan yang bervariasi dari materi
untuk siswa memanipulasi. Disini siswa mendapatkan pengalaman yang pertama dari
suatu konsep baru melalui interaksi dengan lingkungan yang mana berisi representation
konkret dari konsep. Pada tahap ini struktur dan bakat mental siswa dibentuk
yang mana disiapkan untuk memahami konsep struktur matematika .
2)
Games (permainan yang disertai aturan). Pada
tahap ini siswa akan memulai mengobservasi pola dan keteraturan yang
diwujudkan dalam konsep. Melalui permainan anak mulai mengenal dan memikirkan
bagaimana struktur matematika itu. Pada tahap ini anak juga sudah mulai mengabstraksikan
konsep. Untuk membuat konsep abstrak, anak didik memerlukan suatu kegiatan
untuk mengumpulkan bermacam-macam pengalaman, dan kegiatan untuk menolak yang
tidak relevan dengan pengalaman itu.
3)
Searching for
communities (permainan kesamaan sifat). Pada tahap ini siswa belum
mampu mengklasifikasikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep. Dienes
menyarankan bahwa guru dapat membantu siswa melihat struktur communality dalam
contoh dari konsep yang ditunjukan kepada siswa bagaimana tiap contoh dapat
ditransfer kedalam tiap contoh yang lain tanpa merubah sifat abstrak yang umum
dari semua contoh.
4)
(representasi).
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari beberapa situasi yang
sejenis. Para anak didik menentukan representasi dari konsep-konsep tertentu.
Representasi yang diperoleh bersifat abstrak. Dengan melakukan representasi
anak didik telah mengarah pada pengertian struktur matematika yang bersifat
abstrak pada topik-topik yang sedang dipelajari.
5)
Symbolization (simbolisasi).
Simbolisasi adalah belajar konsep yang membutuhkan kemampuan merumuskan
representasi dari setiap konsep-konsep dengan menggunakan simbol matematika
atau melalui perumusan verbal.
6)
Formalization (formalisasi).
Setelah siswa mempelajari sebuah konsep dan hubungannya dengan struktur
matematika, siswa harus memahami sifat dari konsep dan mengingat akibat dari
sifat tersebut. Sifat dasar struktur matematika adalah sistem aksioma yang
diambil dari sifat theorema dan prosedur. Pada tahap ini siswa dituntut
menggunakan konsep untuk memecahkan masalah dan mengaplikasikan masalah dalam
matematika.
6. Teori Gestalt
Tokoh
aliran ini adalah John Dewey. Ia mengemukakan bahwa pelaksanaan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh guru harus memperhatikan hal-hal berikut ini:
1. Pengajian konsep harus lebih
mengutamakan pengertian
2. Pelaksanaan pembelajaran harus
memprhatikan kesiapan intelektual siswa
3. Mengatur suasana kelas agar siswa
siap belajar
Dalam
menyajikan pelajaran guru jangan memberikan konsp yang harus dierima begitu
saja, melainkan harus lebih mementingkan pemahaman terhadap konsep tersebut
dari pada hasil akhir. Untuk hal ini guru bertindak sebagai pembimbing dan
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan induktif.
Pendekatan dan metode yang digunakan
tersebut haruslah disesuaikan pula dengan kesiapan intelektual siswa. Siswa SMP
masih berada pada tahap operasi konkret, artinya jika ia akan memahami konsep
abstrak matematika harus dibantu dengan menggunakan benda konkret.. Oleh karena
itu dalam pelaksanaan pembelajaran mulailah dengan menyajikan contoh-contoh
konkret yang beraneka ragam kemudian mengarah pada konsep abstrak tersebut.
Dengan cara seperti ini diharapkan pembelajaran menjadi bermakna.
Faktor eksternalpun bisa
mempengaruhi pelaksanaan dan hasil belajar siswa. Oleh karena itu, sebelum,
selama, dan sesudah mengajar guru harus pandai- pandai (berusaha) untuk
menciptakan kondisi agar siswa siap untuk belajar dengan perasaan senang tidak
merasa terpaksa.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutarto. (2012) Psikologi Pembelajaran
Matematika. [Online]. Tersedia: http://sutartomathlovers.blogspot.com/2012/03/psikologi-pembelajaran-matematika.html
farhan, Aby. (2013) Teori Belajar
Matematika Menurut Bruner, Gagne, Thorndike, Skinner, Piaget [Online].
Tersedia: http://www.abyfarhan.com/2011/12/teori-belajar-matematika-menurut-bruner.html
Choto, Aan. (2010) Aliran Psikologi
Tingkah Laku. [Online]. Tersedia: http://aanchoto.com/2010/10/aliran-psikologi-tingkah-laku/